Minggu, 22 Januari 2012

cerito bagus (katonyo) --- nak pastinyo baco dewek bee,. :D

Cerita bagus. Renungkan bersama...
Si tukang cukur bilang,"Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si customer.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana , di jalanan... untuk
menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada.
Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada,
Adakah yang sakit??,
Adakah anak terlantar??
Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan.
Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan
membiarkan ini semua terjadi."

Si customer diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena
dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si customer pergi
meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada
orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar, gimbal, kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si customer balik ke tempat tukang cukur dan berkata, "Kamu tahu,
sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."

Si tukang cukur tidak terima," Kamu kok bisa bilang begitu ??".
"Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si customer.
"Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang
dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang diluar sana ", si customer menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!", sanggah si tukang cukur.
" Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa
mereka tidak datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.

"Cocok!" kata si customer menyetujui. "Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan,TUHAN ITU JUGA ADA ! Tapi apa yang terjadi... orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Si tukang cukur terbengong !!!

JIKA KAMU BERPIKIR TUHAN ADA , TERUSKAN INI KE ORANG LAIN!!
Jika anda tidak percaya adanya TUHAN abaikan,

Jumat, 20 Januari 2012

rasa.....

"merasakan dan mendengar kebahagianmu merupakan hal yang luar biasa bagiku walaupun tak melihat indahnya senyummu .. meskipun senyum itu bukan karena aku,. sudah cukup bagi diri ini.."

itu yang aku lakukan dalam beberapa hari ini, mencoba - berusaha mencari dimana dirimu, dimana kamu,  dan kemana engkau,..??

4_4 : sesungguhnya dia berbeda deng Dia, disini "Dia" Kucintai karena cinta pertama  Ku,.
         dan "dia" kucintai karena kepercayaan,. si "dia" hanya menjadi bagian yang kedua, selalu kedua, selalu
         kedua setelah si "Dia"...
         
sulit untuk mengartikan ini,.. awalnya aku  hanya berpikir sebagai lampiasan saja tapi setelah apa yang kami lakukan dan lewati selama 1 tahun 4 bulan.. aku pikir dia begitu sangat mencintaiku, tapi kok dia berkata seperti itu,.

Senin, 16 Januari 2012

Judika - Cinta Satukan Kita


[intro]


dia sepi di sini

tak seperti yang lain

walau sudah takdirnya 

namun dia tetap tersenyum



bahagialah bila 

kau masih punya mimpi

hidup hanya sekali

berikanlah yang terbaik

[chorus]
 
merindukan purnama 
    
bertahan walau di dalam duka
 
bersyukurNya-lah kita
    
masih banyak yang sayangi kita
    
merindukan purnama  meraih cinta
  
cinta yang menyatukan kita


bahagialah bila 

kau masih punya mimpi

hidup hanya sekali

berikanlah yang terbaik

[chorus]
    
merindukan purnama 
    
bertahan walau di dalam duka
    
bersyukurNya-lah kita
   
masih banyak yang sayangi kita
merindukan purnama  meraih cinta
        
cinta yang menyatukan kita

[solo]

[chorus]
   
merindukan purnama 
  
bertahan walau di dalam duka
     
bersyukurNya-lah kita
 
masih banyak yang sayangi kita
 
merindukan purnama  meraih cinta

cinta yang menyatukan kita

Kamis, 12 Januari 2012

SAat Terakhir





tak pernah terpikir olehku
tak sedikit pun ku menyangka
kau akan pergi tinggalkan ku sendiri

begitu sulit ku menyangkal
begitu sakit ku rasakan
kau akan pergi tinggalkan ku sendiri

* di bawah batu nisan kini kau tlah sandarkan
kasih sayang kamu begitu dalam
sungguh ku tak sanggup ini terjadi
karna ku sangat cinta

** ini lah saat terakhirku melihat kamu
jatuh air mataku menangis pilu
hanya mampu ucapkan selamat jalan kasih

satu jam saja ku telah bisa
cintai kamu kamu kamu di hatiku
namun bagiku melupakanmu
butuh waktuku seumur hidup

satu jam saja ku telah bisa
sayangi kamu di hatiku
namun bagiku melupakanmu
butuh waktuku seumur hidup

di nantiku

repeat **

satu jam saja ku telah bisa
cintai kamu kamu kamu di hatiku
namun bagiku melupakanmu
butuh waktuku seumur hidup

satu jam saja ku telah bisa
sayangi kamu di hatiku
namun bagiku melupakanmu
butuh waktuku seumur hidup

Hakikat ‘Ujub (Berbangga Diri)& Penyebabnya



‘Ujub secara bahasa adalah membanggakan (mengherankan) diri dalam hati (bathin), sedangkan dalam istilah diartikan memastikan (wajib) keselamatan badan dari siksa akhirat. ‘Ujub termasuk dalam kategori dosa besar, dimana dalam hatinya bercongkol suatu sifat yang dapat menghilangkan kekuasaan Allah, termasuk dalam segala perbuatan yang telah Allah ciptakan (sifat baik dan buruk)[1], maka dari itu Allah berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 99:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ


“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”.


Dari pemaparan diatas dapat kita fahami bahwa ‘ujub yaitu suatu sikap membanggakan diri, dengan memberikan satu penghargaan yang terlalu berlebihan kepada kemampuan diri dalam hal menghindar dari siksa neraka. Sikap ini tercermin pada rasa tinggi diri (superiority complex) dalam bidang keilmuan, amal perbuatan ataupun kesempurnaan moral. Sehingga sampai pada sebuah kesimpulan sudah tidak memperdulikan bahwa sebenarnya Allah-lah yang membuat kebaikan ataupun keburukan, serta Dia-lah yang melimpahkan kenikmatan yang nyata[2].


Maka dari itu, Allah kembali mengingatkan kepada orang-orang yang beriman mengenai sifat ‘ujub ini dalam surah Al-An’am ayat 82:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ


“ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”.






Pendapat Syaikh Ahmad Rifai seiring dengan hadith Nabi SAW yang diriwatakan oleh Imam Tabrani, sebagaimana yang telah di kutip oleh Imam al-Ghazali, yaitu:


“Tiga perkara yang membinasakan yaitu: kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman(takjub) seseorang kepada dirinya sendiri (‘Ujub[3])”.


Salah seorang ahli hikmah berkata: “Ada seorang yang terkena penyakit ‘ujub, akhirnya ia tergelincir dalam kesalahan karena terlalu ujub terhadap dirinya sendiri. Ada sebuah pelajaran yang dapat kita ambil dari orang itu, ketika ia berusaha jual mahal dengan kemampuan dirinya, maka Imam Syafi’i pun membantahnya seraya berseru di hadapan khalayak ramai: “Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri sendiri secara berlebihan, niscaya Allah SWT akan menjatuhkan martabatnya.”


Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya serta menganggapnya bagai angin lalu. Nabi SAW telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits: “Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya.” (HR. Al-Bukhari)


Bisyr Al-Hafi menjelaskan ‘ujub sebagai berikut: “ Menganggap hanya amalanmu saja yang banyak dan memandang remeh amalan orang lain.”


Sufyan Ats-Tsauri meringkas makna ‘ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya”.


Al-Fudhail bin Iyadh berkata:
إذْظَفَرَ اِبْلِيْسُ مِنْ اِبْنِ آدَمَ بِاِحْدَىْ ثَلاَثٍ خِصَالٍ قَالَ: لاَأطْلُبُ غَيْرَهَا: إعْجَابُهُ بِنَفْسِهِ،
وَاسْتِكْثَارُهُ عَمَلَهُ، وَنِسْيَانُهُ ذُنُوْبَهُ





“Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara ini: ‘ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya. Dia (Iblis) berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.” Semua perkara di atas adalah sumber kebinasaan. Berapa banyak lentera yang padam karena tiupan angin? Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ‘ujub?


Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata: “Allah tidak akan mengampuni si Fulan! Maka AllahSWT berfirman: “Siapakah yang lancang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni Fulan?! Sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalanmu!” (HR. Muslim)


Lebih jauh, Syaikh Ahmad Rifa’I menukil dari pendapat Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Diin, Jilid III halaman 390-391[4], yaitu:




وَحَقِيْقَةُ الْعُجْبِ تَكَبُّرٌ يَحْصُلُ فِى الْبَاطِنِ بِتَحَيُّلِ كَمَالٍ مِنْ عِلْمٍ وَعَمَلٍ , فَإِنْ كَانَ خَائِفًا عَلَى زَوَالِهِ فَهُوَ غَيْرُ مُعْجِبٍ . وَإِنْ كَانَ يَفْرَحُ بِكَوْنِهِ نِعْمَةً مِنَ اللهِ فَهُوَ لَيْسَ مُعْجِبًا بَلْ هُوَ مَسْرُوْرٌ بِفَضْلِ اللهِ, وَإِنْ كَانَ نَاظِرًا إِلَيْهِ مِنْ حَيْثُ هُوَ صِفَةٌ غَيْرَ مُلْتَفِتٍ إِلَى إِمْكَانِ الزَّوَالِ وَلَا إِلَى الْمُنْعِمِ بِهِ إِلَى صِفَةِ نَفْسِهِ فَهَذَا الْعُجْبُ وَهُوَ مِنَ الْمُهْلِكَاتِ وَعِلاَجُهُ أَنْ يَتَأَمَّلَ فِى الْعَاقِبَةِ, وَأَنَّ بَلْعَامَ كَيْفَ خُتِمَ بِالْكُفْرِ وَكَذَلِكَ إِبْلِيْسَ, فَمَنْ تَأَمَّلَ فِى إِمْكَانِ سُوْءِ الْخَاتِمَةِ وَإِنَّهُ مُمْكِنٌ فَلاَ يَعْجُبُ بِشَيْئٍ مِنْ صِفَاتِهِ .


“Bahwa hakikat ‘ujub adalah kesombongan yang terjadi dalam diri seseorang karena menganggap adanya kesempurnaan amal dan ilmunya. Apabila seseorang merasa takut kesempurnaan (ilmu dan amalnya), itu akan dicabut oleh Allah, maka berarti ia tidak bersifat ‘ujub.


Demikian juga apabila ia merasa gembira karena menganggap dan mengakui bahwa kesempurnaan merupakan suatu nikmat dan karunia Allah, maka ia juga bukan masuk ke dalam jenis ‘ujub.


Akan tetapi sebaliknya, apabila ia menganggap bahwa kesempurnaan itu sebagai sifat dirinya sendiri tanpa memikirkan tentang kemungkinan kesempurnaan itu lenyap, serta tidak pernah memikirkan siapa Sang pemberi kesempurnaan tersebut, maka inilah yang dinamakan ‘ujub. Sifat ini sangat membahayakan bagi setiap manusia, karena ia mengajak kepada lupa dosa-dosa yang telah dibuatnya dan mengesampingkan (acuh) terhadap dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Satu-satunya jalan untuk terhidar dari sifat ‘ujub ini, kita selalu mencoba mengingat kembali apa yang telah kita lakukan supaya cepat kembali ke pangkal jalan (insyaf), sebagaimana Ulama Bal’am dan Iblis La’natullah ‘alaih yang ibadahnya sudah mencapai ribuan tahun pun pengakhiran hidupnya dengan pengakhiran yang buruk (Su’u al-Khotimah), Karena, sifat ‘ujub menjadikan hati seorang mukmin menjadi ingkar akan segala nikmat yang telah Allah berikan padanya (kufr al-nikmat).”


Supaya kita lebih memahami makna yang tersirat dari perkataan Imam al-Ghazali di atas, para ulama ahli sufi dengan jelas memberikan suatu gambaran kepada kita, yaitu[5]:




لَا تُفَرِّحْكَ الطَّاعَةُ لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنْكَ لِأَنَّهُ يُوْرِثُ الْعُجْبَ وَالْكِبْرَ وَإِهْمَالَ الشُّكْرِ
وَافْرَحْ بِهَا لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنَ اللهِ إِلَيْكَ قُلْ بِفَضْلِ اللهِ الْإِسْلاَمِ وَبِرَحْمَتِهِ الْقُرْأَنِ
فَبِذَالِكَ الْفَضْلُ وَالرَّحْمَةُ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ .


“Jangan sesekali merasa diri kita paling taat kepada-Nya, karena ia dapat membawa malapetaka, seperti menganggap diri kita yang paling mulya (‘ujub), takabbur kemudian lupa akan segala nikmat-nikmat-Nya. Dan merasa-lah dalam hati kita, bahwa ketaatan itu sejatinya merupakan pemberian Allah semata, dengan petunjuk-Nya telah memberikan satu karunia cahaya ke-Islam-an dan iman yang diridhai-Nya, dengan kasih sayang-Nya turunlah Al-Quran sebagai pedoman sehingga kita mampu membedakan mana yang hak dan yang bathil, dengan demikian, merasalah bergembira dalam hati atas segala anugerah yang telah Allah limpahkan kepada kita.”




Sebab-Sebab ‘Ujub
1. Faktor Lingkungan dan Keturunan
Yaitu keluarga dan lingkungan tempat seseorang itu tumbuh. Seorang insan biasanya tumbuh sesuai dengan polesan tangan kedua orang tuanya. Ia akan menyerap kebiasaan-kebiasaan keduanya atau salah satunya yang positif maupun negatif, seperti sikap senang dipuji, selalu menganggap diri suci dan sebagainya.


2. Sanjungan dan Pujian yang Berlebihan
 Sanjungan berlebihan tanpa memperhatikan etika agama dapat diidentikkan dengan penyembelihan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقُ صَاحِبَكَ


“Celakalah engkau, engkau telah memotong leher sahabatmu”. (Muttafaq ‘alahi)


Seringkali kita temui sebagian orang yang terlalu berlebihan dalam memuji hingga seringkali membuat yang dipuji lupa diri. Pujian adalah fatamorgana yang dihajatkan oleh nafsu.


At-Tsauri berkata:
فَاِنْ لَمْ تَكُنْ مُعْجِبًا بِنَفْسِكَ فَإِيَّاكَ اَنْ تُحِبَّ مَحْمَدَةَ النَّاسِ وَمَحْمَدَتُهُمْ اَنْ تُحِبَّ اَنْ يُكَرِّمُوْكَ بِعَمَلِكَ، وَيَرَوْا لَكَ بِهِ شَرَفًا وَمَنْزِلَةً فِى صُدُوْرِهِمْ


“Apabila kamu sudah tidak ‘ujub pada diri, kamu juga mesti menjauhi sifat ‘suka dipuji’. Bukti bahwa kamu suka pujian orang adalah bahwa kamu ingin agar mereka menghormati kamu kerana sesuatu amal yang kamu lakukan dan supaya mereka mengetahui kemuliaan dan kedudukan kamu di hadapan mereka”.

Pujian ditujukan kepada kerja yang kita lakukan atau ucapan yang telah kita sampaikan. Orang memuji mempunyai tujuan tertentu, sedangkan kita sendiri mengetahui hakikat sebenarnya apa yang ada pada diri kita, tetapi kita lupa atau terpedaya.


Fudhail bin ‘Iyadh mengemukakan parameter supaya kita dapat mengukur dan mengetahui hakikat diri sendiri:
إِنَّ مِنْ عَلاَمَةِ الْمُنَافِقِ اَنْ يُحِبَّ الْمَدْحَ بِمَا لَيْسَ فِيْهِ،
وَيَكْرَهَ الذَّمِّ بِمَا فِيْهِ، وَيَبْغَضَ مَنْ يَبْصُرُهُ بِعُيُوْبِهِ


“Sesungguhnya di antara tanda-tanda orang munafik adalah bahwa ingin mendapat pujian dengan perkara yang tidak ada padanya, sedangkan ia membenci terhadap celaan yang ada pada dirinya, dia marah kepada orang yang memandang berbagai kekurangan yang ada pada dirinya”.


3. Bergaul Dengan Orang yang Terkena Penyakit Ujub.
Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang akan mengikuti tingkah laku temannya. Rasulullah SAW bersabda:


“Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang jahat adalah seperti orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi.” (HR. Bukhari Muslim)
Teman akan membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang.


4. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada Allah SWT


Begitu banyak nikmat yang diterima seorang hamba, tetapi ia lupa kepada Allah SWT yang telah memberinya nikmatnya. Sehingga hal itu menggiringnya kepada penyakit ‘ujub, ia membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk dibanggakan. Allah SWT telah menceritakan kepada kita kisah Qarun:
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي …..


“Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Al-Qashash: 78)



5. Menangani Suatu Pekerjaan Sebelum Matang Dalam Menguasainya dan Belum Terbina Dengan Sempurna
Pada hari ini kita banyak mengeluhkan masalah yang telah banyak menimbulkan berbagai pelanggaran. Sekarang ini banyak kita temui orang-orang yang berlagak pintar persis seperti kata pepatah ‘sudah dipetik sebelum matang’. Berapa banyak orang yang menjadi korban dalam hal ini! Dan itu termasuk perbuatan sia-sia. Yang lebih parah lagi adalah seorang yang mencuat sebagai seorang ulama padahal ia tidak memiliki ilmu sama sekali. Lalu ia berkomentar tentang banyak permasalahan, yang terkadang ia sendiri jahil tentang hal itu. Namun ironinya terkadang kita turut menyokong hal tersebut. Yaitu dengan memperkenalkannya kepada khalayak umum. Padahal sekarang ini, masyarakat umum itu ibaratnya seperti orang yang menganggap emas seluruh yang berwarna kuning. Kadangkala mereka melihat seorang qari yang merdu bacaannya, atau seorang sastrawan yang lihai berpuisi atau yang lainnya, lalu secara membabi buta mereka mengambil segala sesuatu dari orang itu tanpa terkecuali meskipun orang itu mengelak seraya berkata: “Aku tidak tahu!”. Perlu diketahui bahwa bermain-main dengan sebuah pemikiran lebih berbahaya daripada bermain-main dengan api. Misalnya beberapa orang yang bersepakat untuk memunculkan salah satu di antara mereka menjadi tokoh yang terpandang di tengah-tengah kaumnya, kemudian mengadakan acara penobatannya dan membuat-buat gelar yang tiada terpikul oleh siapa pun. Niscaya pada suatu hari akan tersingkap kebobrokannya. Mengapa? Sebab perbuatan seperti itu berarti bermain-main dengan pemikiran. Sepintas lalu apa yang mereka ucapkan mungkin benar, namun lambat laun masyarakat akan tahu bahwa mereka telah tertipu!


6. Jahil dan Mengabaikan Hakikat Diri (Lupa Daratan)
Sekiranya seorang insan benar-benar merenungi dirinya, asal-muasal penciptaannya sampai tumbuh menjadi manusia sempurna, niscaya ia tidak akan terkena penyakit ‘ujub. Ia pasti meminta kepada Allah SWT agar dihindarkan dari penyakit ujub sejauh-jauhnya. Salah seorang penyair bertutur dalam sebuah syair yang ditujukan kepada orang-orang yang terbelenggu penyakit ujub:



“Hai orang yang pongah dalam keangkuhannya.


Lihatlah tempat buang airmu, sebab kotoran itu selalu hina.


Sekiranya manusia merenungkan apa yang ada dalam perut mereka, niscaya tidak ada satupun orang yang akan menyombongkan dirinya, baik pemuda maupun orang tua.


Apakah ada anggota tubuh yang lebih dimuliakan selain kepala?


Namun demikian, lima macam kotoranlah yang keluar darinya!


Hidung beringus sementara telinga baunya tengik.


Tahi mata berselemak sementara dari mulut mengalir air liur.


Hai bani Adam yang berasal dari tanah, dan bakal dilahap tanah, tahanlah dirimu (dari kesombongan), karena engkau bakal menjadi santapan kelak.


Penyair ini mengingatkan kita pada asal muasal penciptaan manusia dan keadaan diri mereka serta kesudahan hidup mereka. Maka apakah yang mendorong mereka berlagak sombong? Pada awalnya ia berasal dari setetes mani hina, kemudian akan menjadi bangkai yang kotor sedangkan semasa hidupnya ke sana ke mari membawa kotoran.



7. Berbangga-bangga Dengan Nasab dan Keturunan

Seorang insan terkadang memandang mulia diri-nya karena darah biru yang mengalir di tubuhnya. Ia menganggap dirinya lebih utama dari si Fulan dan Fulan. Ia tidak mau mendatangi si Fulan sekalipun berkepentingan. Dan tidak mau mendengarkan ucapan si Fulan. Tidak ragu lagi, ini merupakan penyebab utama datangnya penyakit ‘ujub.


Dalam sebuah kisah pada zaman khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa ketika Jabalah bin Al-Aiham memeluk Islam, ia mengunjungi Bait Al-Haram. Sewaktu tengah melakukan thawaf, tanpa sengaja seorang Arab badui menginjak kainnya. Tatkala mengetahui seorang Arab badui telah menginjak kainnya, Jabalah langsung melayangkan tangannya memukul si Arab badui tadi hingga terluka hidungnya. Si Arab badui itu pun melapor kepada sayyidina Umar dan mengadukan tindakan Jabalah tadi. Umar pun memanggil Jabalah lalu berkata kepadanya: “Engkau harus diqishash wahai Jabalah!” Jabalah membalas: “Apakah engkau menjatuhkan hukum qishash atasku? Aku ini seorang bangsawan sedangkan ia (Arab badui) orang pasaran!”


Umar menjawab: “Islam telah menyamaratakan antara kalian berdua di hadapan hukum!” Tidakkah engkau ketahui bahwa: Islam telah meninggikan derajat Salman seorang pemuda Parsi, dan menghinakan kedudukan Abu Lahab karena syirik yang dilakukannya. Ketika Jabalah tidak mendapatkan dalih untuk melepaskan diri dari hukuman, ia pun berkata: “Berikan aku waktu untuk berpikir!” Ternyata Jabalah melarikan diri pada malam hari. Diriwayatkan bahwa Jabalah ini akhirnya murtad dari agama Islam, lalu ia menyesali perbuatannya itu.


8. Berlebih-lebihan Dalam Memuliakan dan Menghormati
Barangkali inilah hikmahnya Rasul SAW melarang sahabat-sahabat beliau untuk berdiri menyambut beliau. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda:“Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri menyambutnya, maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi, beliau katakan: hadits ini hasan)


Dalam hadits lain Rasul bersabda:


“Janganlah kamu berdiri menyambut seseorang seperti yang dilakukan orang Ajam (non Arab) sesama mereka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu)


9. Lengah Terhadap Akibat yang Timbul dari Penyakit ‘Ujub

Sekiranya seorang insan menyadari bahwa ia hanya menuai dosa dari penyakit ujub yang menjangkiti dirinya dan menyadari bahwa ‘ujub itu adalah sebuah pelanggaran, sedikitpun ia tidak akan kuasa bersikap ‘ujub. Apalagi jika ia merenungi sabda Rasul:”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasul, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal yang dipakainya juga bagus?”


Rasul menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”


(HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)


Dampak ujub

1. Jatuh dalam jerat-jerat kesombongan, sebab ujub merupakan pintu menuju kesombongan.

2. Dijauhkan dari pertolongan Allah. sebagaimana firmannya:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ


“Orang-orang yang berjihad (untuk mencari keri-dhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69)

3. Terpuruk dalam menghadapi berbagai krisis dan cobaan kehidupan.

Bila cobaan dan musibah datang menerpa, orang-orang yang terjangkiti penyakit ‘ujub akan berteriak: ‘Oh kawan, carilah keselamatan masing-masing!’ Berbeda halnya dengan orang-orang yang teguh di atas perintah Allah SWT, mereka tidak akan melanggar rambu-rambu, sebagaimana yang dituturkan Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu:


Siapakah yang mampu lari dari hari kematian?


Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan?


Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya.


Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?




4. Dibenci dan dijauhi orang-orang. Tentu saja, seseorang akan diperlakukan sebagaimana ia memperlakukan orang lain. Jika ia memperlakukan orang lain dengan baik, niscaya orang lain akan membalas lebih baik kepadanya.


Allah berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا


“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghor-matan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An-Nisa’: 86)


Namun seseorang kerap kali meremehkan orang lain, ia menganggap orang lain tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya. Tentu saja tidak ada orang yang senang kepadanya. Sebagaimana kata pepatah ‘Jika engkau menyepelekan orang lain, ingatlah! Orang lain juga akan menyepelekanmu’
5. Azab dan pembalasan cepat ataupun lambat. Se-orang yang terkena penyakit ujub pasti akan merasakan pembalasan atas sikapnya itu. Dalam hadits disebutkan:


“Ketika seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaian yang necis, rambut tersisir rapi sehingga ia takjub pada dirinya sendiri, seketika Allah membenamkannya hingga ia terpuruk ke dasar bumi sampai hari Kiamat.”


(HR. Al-Bukhari)


Hukuman ini dirasakannya di dunia akibat sifat ‘ujub. Seandainya ia lolos dari hukuman tersebut di dunia, yang jelas amalnya pasti terhapus. Dalilnya adalah hadits yang menceritakan tentang seorang yang bersumpah atas nama Allah bahwa si Fulan tidak akan diampuni, ternyata Allah SWT mengampuni si Fulan dan menghapus amalnya sendiri.


Dengan begitu kita harus berhati-hati dari sifat ‘ujub ini, dan hendaknya kita memberikan nasihat kepada orang-orang yang terkena penyakit ujub ini, yaitu orang-orang yang menganggap hebat amal mereka dan menyepelekan amal orang lain.
Penjelasan mengenai ‘ujub diatas mengandung muatan kritik terhadap 3 kalangan

Orang yang mengaku suci tetapi amaliyah syariatnya masih banyak kekurangan. Mereka berbicara tentang upaya membersihkan hati namun masih belum sah dalam melaksanakan shalat (dengan tidak mengetahui syarat-rukun dan batal dalam urusan shalat).

Orang yang mengaku alim padahal belum sah iman dan shalatnya. Dalam dirinya merasa paling benar sedangkan sebenarnya dia mengikut kehendak syaitan dengan melakukan tindakan ‘ujub serta takabbur tetapi tidak diketahuinya.

Guru yang munafik yaitu orang-orang yang sebenarnya bodoh tetapi karena takabbur dia mengaku menjadi guru.


mudah-mudahan Allah jauhkan kita daripada sifat ini, Amin. Shollallahu ‘Ala Muhammad Wa Aalihi







http://tanbihun.com/tasawwuf/tasawuf/hakikat-ujub-berbangga-diri-penyebabnya/

Senin, 09 Januari 2012

Dimanakah & Adakah Cinta Sejati ?




Dimanakah & Adakah Cinta Sejati ?Bila cinta telah menyatukan hati yang sedang gelisah , maka di sana pasti akan ada keindahan yang selalu dirasa , dan bila cinta telah datang maka diri inipun tak ubahnya seperti rusa yang tak berdaya karena tikaman tombak sang pemburu , lalu jiwapun tak kan pernah mampu untuk menghindar dari godaan dan bisikan cinta itu ,sekuat apapun diri berusaha untuk melepaskan diri dari jeratanya maka semua itu kan sia-sia ,karena kekuatan cinta lebih kuat dari segala kekuatan ,atau jika cinta itu tak pernah hadir maka diripun tak bisa memaksanya tuk hadir dalam hati , dan sekuat apapun diri mencoba untuk menghadirkan cinta yang tak pernah hadir maka semua itu akan sia-sia , karena kekuatan cinta lebih kuat dari segala kekuatan , dan cinta itu sendiri pun hadir dengan kebebasan bukan dengan paksaan .
Memang terkadang apa yang kita dapatkan tidak sesempurna dengan apa yang kita inginkan , tapi disadari ataupun tidak kita butuh dengan cinta yang telah ada tersebut , justru saat kita semakin mencari sesuatu yang sempurna maka itu akan membuat diri tersiksa karena jiwa yang haus akan ketenangan terus membohongi diri sendiri bahwa dalam hati yang terdalam telah tersimpan cinta yang amat dalam pula ,bahwa kita selalu berhadapan dengan hal yang semu ” Sebuah cinta sempurna yang terus kita buru namun hal itu hanya ada pada hayalan kita semata ” .
Pernahkah kita sadari bahwa cinta yang selama ini kita cari sesungguhnya selalu ada bersama setiap detak jantung kita , pernahkah pula kita berfikir jika kita terus berorientasi pada satu cinta yang terus terhayalkan…….. satu cinta yang sempurna , maka itu akan menjadikan kita tak mampu menerima cinta yang sedang hadir selain cinta yang kita harapkan itu …cinta yang tidak terlalu sempurna daripada apa yang kita hayalkan itu …….tapi disadari ataupun tidak, kita pasti membutuhkan cinta yang telah ada itu lebih dari sekadar kesempurnaan belaka , dan memang itulah kebenaran cinta yang sesungguhnya ” sebuah cinta yang hadir …..cinta yang kita butuhkan ” .
Namun pada kenyataanya cinta yang sedang hadir teersebut sering tersisihkan dari hati kita , bukan karena sebab apapun ,juga bukan karena cinta tersebut tak berharga …. namun karena kebodohan kita sendiri yang selalu ingin meraih dan terus mengejar sbuah cinta sempurna itu …..cinta yang hanya ada dalam cerita fiksi kita …. cinta yang telah membutakan mata kita … menulikan pendengaran kita … dan mebungkam mulut kita .
Sesungguhnya harapan yang telah kita tanam pada cinta sempurna yang kita impikan justeru akan menjadikan kita terus terbuai dengan rayuan dan kebohonganya, karena harapan yang terlalu besar tak lain adalah hayalan yang hanya ada dalam benak kita bukan kenyataan kita, anehya kita masih saja sering menaruh harapan yang terlalu besar pada cinta sempurna tersebut.
Percayalah sobat bahwa ” Tidak ada cinta yng sempurna di dunia ini” , oleh karenanya stop jangan mengharap lagi kalau kita akan mendapatkan cinta yang sempurna karena hakikat kesempurnaan hanya dimiliki sang pencipta.
Justru kesempurnaan cinta itu ada ketika kita mampu mencintai cinta yang ada
Dalam hati kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri
Tak berlebihan jika ku katakan
Kesempurnaan cinta adalah ketika kita mempu mencintai
Dengan ketulusan dan keihlasan hati
http://ena-ayobelajarbersama.blogspot.com/2012/01/dimanakah-adakah-cinta-sejati.html